Simalungun, Sumut, Fokus24.id-Terungkap, ternyata persoalan debu dan pasir di Perdagangan yang hingga kini masih menjadi perbincangan hangat dan keluhan masyarakat berasal dari penambangan liar di sungai bah bolon tepatnya di bawah jembatan,

"Dari sungai itu asal debu dan pasir di Perdagangan ini bang. Setiap hari puluhan Truck melintas." ungkap mengaku bernama Adi (41) Rabu, (23/08/2023) sekira jam 15.00 WIB.

Ada 5 penambang pasir liar di sungai bah bolon setiap hari beraktifitas konon hingga saat ini disebut masyarakat penambang ilegal,

"Semua masyarakat disini sudah tau jika aktifitas di sungai bah bolon ilegal." Imbuhnya.

Tak ada satupun pihak pemerintah Kabupaten Simalungun atau aparat penegak hukum berani menghentikan aktifitas ilegal tersebut,

"Gimana mau berani. Dibalik aksi penambang pasir ada juga oknum petugas selalu membekengi." Timpal mengaku bernama Arif (38).

Pantauan di sekitar sungai bah bolon, terlihat tiga unit alat berat sedang mengetik pasir.

Selain itu, 5 unit dump truck pengangkut pasir bercampur air melintas di pusat kota Perdagangan.

Jika pengguna jalan tidak berhati hati karena pasir yang berjatuhan juga mengeluarkan air sehingga membuat jalan licin, sangat memungkinkan dapat terjadi kecelakaan.

Terkait penambangan liar di bawah jembatan Perdagangan, Tagon Sihotang selaku camat juga belum berhasil dikonfirmasi di kantornya.

Sebelumnya persoalan debu pasir di Perdagangan hingga saat ini belum bisa terselesaikan dan berulang kali persoalan ini selalu menjadi bahan perbincangan dan keluhan di masyarakat luas.

Hal tersebut diakibatkan karena pihak pengusaha sudah mengabaikan kesepakatan yang perna dibuat bersama antara masyarakat, pengusaha dan khususnya Uspika plus Kecamatan Bandar. 

"Kesepakatan tersebut dilakukan saat masyarakat sekitar Perdagangan melakukan aksi demo didepan kantor camat Bandar, beberapa tahun yang lewat." Kata Bonar Sirait (48) salah satu toko pemuda kecamatan Bandar, Selasa (22/08/2023).

Salah satu point kesepakatan tersebut adalah pihak pengusaha harus menyediakan (menjual) pasir dalam keadaan kering.

Kemudian truk pengangkut pasir harus dilengkapi terpal atau tenda, agar pasir yang diangkut tidak lagi tercecer dijalanan.

"Namun saat ini kenyataannya sudah sangat berbalik 100% daripada isi nota  kesepakatan yang perna disepakati bersama." cetusnya.

Truk yang mengangkut pasir tidak pernah lagi terlihat dilengkapi tenda atau terpal penutup, bahkan pengusaha juga menjual pasirnya dalam kondisi basah.

"Sehingga jalan jalan yang dilintasi terlihat basah dan pasir pada berjatuhan. Pengusaha tetap meraup keuntungan namun masyarakat luas jadi korbannya, karena setiap hari masyarakat dihadapkan dan berbaur oleh debu pasir." ujarnya lagi.

Menurut Sirait, terkait keluhan masyarakat ini pihak berwenang khususnya Pemerintahan Kecamatan Bandar tidak melakukan tindakan apapun terhadap para pengusaha tangkahan pasir yang sudah berhianat. Sepertinya terkesan ada kerjasama atau terima upeti dari para pengusaha.

"Kami berharap uspika plus kecamatan Bandar melakukan tindakan tegas terhadap pengusaha yang bandal". Kalau hal tersebut terkesan diabaikan kami akan melakukan tindakan yang sama seperti beberapa tahun yang lalu. Akan melakukan aksi demo yang lebih besar, karena selain kami harus menghirup abu, mata kami juga sakit. Selain itu juga air serta pasir yang  berjatuhan di sepanjang jalan, akan mengakibatkan jalan lebih cepat rusak,"ujarnya.

Sementara, Camat Perdagangan. Tagon Sihotang belum berhasil dikonfirmasi,

"Bapak lagi ke raya. Ada rapat disana bang." Ujar seorang pria berpakaian ASN di sekitaran kantor Camat Perdagangan.

(Her)